DSC 2: Bab 1. Dead Smokers Club

Logo DSCPendahuluan

Cerita sebelumnya

 

***

 

Pancaran sinar mentari pagi menyusup di antara rekahan tirai kamar asrama, jatuh ke wajah Adrian dan mengusik tidurnya. Adrian akhirnya terbangun. Tidurnya kurang nyenyak akibat mimpi buruk dan flu.

Punggung, dada, lengan, serta keningnya dibanjiri keringat. Saluran pernapasannya pun ikut tersumbat. Dia mengambil secarik tisu tepat ketika pintu kamar mandi terbuka. Dennis keluar berhiaskan handuk di bahunya.

“Hei, Sob. Baru bangun?” sapa Dennis, riang.

“Ya. Dan, sekarang aku kena selesma,” keluh Adrian, membuang ingus ke tisu.

“Oh ya? Hehehe,” Dennis terkekeh, mengambil seragam dari lemarinya.

“Nis, kemarin kamu bilang DSC itu organisasi di bidang jasa. Jasa apa?”

“Hmm… kayaknya lebih baik gue jelasin nanti aja deh, pas makan malam,” jawab Dennis, “Dan, omong-omong sorry, ya. Gara-gara kami, lo malah kena flu. Hehehe.”

“Serta hukuman dari Pak Kevin. Makasih banyak,” imbuh Adrian, sarkastis.

“Ya, sama-sama,” kekeh Dennis. “Oke, gue ke kantin duluan, ya? Gue tunggu lo di sana. Oh ya, besok kami siapin upacara pelantikan buat lo.”

Adrian bagaikan disengat listrik. “Kalian mau ngerjain aku lagi?”

“Hahaha. Tenang aja. Setelah tes kemarin, nggak ada lagi yang bakal ngejahilin lo.”

“Yah, terserah kalian deh. Toh, aku udah pasrah,” desah Adrian.

Sekali lagi, Dennis tergelak. “Oh, ayolah. Lo teman baik kami. Mulai sekarang, nggak ada lagi yang bakal macam-macam ama lo. Anggota DSC itu satu kesatuan,” ujar Dennis. “So, cheer up, Mate!”

Dennis mengedipkan sebelah mata sebelum menghilang ke luar kamar.

Adrian sendiri menyunggingkan senyum bahagia. Sekali lagi, perasaan hangat mengalir menyenangkan ke penjuru tubuh. Perasaan yang muncul kala seseorang diakui dan diterima. Ucapan Dennis terngiang, bergaung di benaknya.

Lo teman baik kami….

 

***

 

Selain flu plus hukuman dari Kevin si Keji, Adrian tidak melihat adanya tanda-tanda telah terjadi tindakan penganiyaan terhadap dirinya kemarin malam. Seluruh oknum pelaku bertingkah wajar pagi itu. Tak tersirat penyesalan, rasa bersalah, atau—paling tidak—cengiran canggung di wajah mereka. Lebih dari itu, eksistensi Dead Smokers Club sama sekali tidak terasa. Benarkah DSC nyata di sekolah ini?

Satu hal yang pasti, gara-gara DSC, sore itu Adrian mesti berkutat dengan sikat, karbol, juga pengharum ruangan di toilet sekolah. Jujur saja, membersihkan toilet bukan hukuman yang berat. Selama di panti asuhan, dia rutin kebagian jadwal membersihkan toilet dan kamar mandi.

Adrian tidak ambil pusing apabila ada siswa yang mengejek sewaktu melihatnya menyikat lantai kamar mandi. Dia menjalankan hukumannya dengan giat, tidak memberi celah sedikit pun bagi Kevin untuk mencemooh kinerjanya.

Dia merasa sedikit lebih baik kala makan malam tiba. Ingus yang mengganggu pernapasan sudah dapat dijinakkan. Tadi siang, Dennis memberinya obat dari klinik sekolah. Di kantin, Adrian duduk bersama Dennis, Daniel, Erick, Sam dan Johnny.

“Udah sembuh, Ad?” tanya Sam.

“Belum. Tapi, udah baikan.”

“Gimana hukuman lo?” cengir Daniel.

“Bukan masalah besar,” Adrian mengangkat bahu.

“Oho, hebat. Kalau gue sih lebih suka nyuci piring daripada harus ngebersihin toilet,” tanggap Johnny.

“Yah, toilet sekolah sudah cukup bersih sih. Jadi nggak begitu ngerepotin.”

“Oke, kita sudahi obrolan tentang toilet sampai di sini. Kayaknya topik itu nggak cocok buat dibicarain saat makan,” kata Dennis, “Lagipula, ngelihat keadaan yang ada, gue rasa nggak masalah kalau kita bicara tentang DSC sekarang.”

“Oh iya, kita punya anggota baru, nih!” cengir Erick.

“Apa aman ngomongin soal DSC di sini?” tanya Johnny, was-was.

“Nggak apa-apa kok,” tanggap Sam enteng, “Kantin lagi ramai. Gue yakin nggak ada yang bakal nguping obrolan kita.”

“Nah, Ad, sesuai janji, gue akan jelasin semua tentang DSC,” kata Dennis, “Silakan tanya sepuasnya.”

“Ummm…” Adrian berpikir sejenak, “apa itu DSC?”

“Gampangnya sih, Dead Smokers Club itu klub rahasia di sekolah ini. Didiriin delapan tahun yang lalu—kita adalah generasi ke tujuh, Don-Jon generasi ke delapan—oleh siswa-siswa seperti kita,” Dennis menjelaskan, “Sesuai namanya, tujuan awal klub ini adalah untuk nyuplai rokok ke T&T.”

“Nyuplai rokok?” kening Adrian tertekuk.

Dennis mengangguk. “Ya. Gara-gara peraturan sekolah yang ketat, banyak murid yang kesulitan untuk dapetin rokok. Lo tahu sendiri kan kalau siswa-siswa zaman dulu hobi ngerokok. Dari sanalah DSC didirikan.”

“Nggak semua orang bisa bergabung karena kegiatan nyuplai rokok ke sekolah bukan perkara mudah,” tambah Sam, “DSC butuh anggota dengan kemampuan serta bakat tertentu. Siswa-siswa yang lihai, punya koneksi luas, bernyali besar, dan lain sebagainya. Singkatnya, sejak semula, DSC adalah klub rahasia bagi siswa berbakat.”

“Berbakat ngelanggar peraturan, maksudnya?” sindir Adrian.

Semua tertawa. “Kurang lebih begitulah,” Dennis mengakui.

“Kamu bilang DSC bukan klub kriminal!” Adrian memprotes.

“Emang benar kok. Klub ini emang nggak pernah terlibat tindakan kriminal yang ngerugiin masyarakat,” tegas Dennis, “Dead Smokers Club cuma ngelanggar beberapa peraturan sekolah Hehehe.”

“Itu termasuk kategori kriminal juga, kan?”

“Nggak juga, Ad, kalau lo mau ngedengerin penjelasan kami selanjutnya,” sangkal Dennis, “Di masa awal, tujuan utama DSC emang untuk nyuplai rokok. Namun, lama kelamaan, DSC berkembang jadi klub dengan tujuan yang lebih luas.”

“Apa tujuan utama DSC generasi sekarang?”

“Secara garis besar, DSC masih bertugas nyuplai barang dari luar,” jawab Sam, “Bedanya, dewasa ini DSC lebih banyak nyuplai barang-barang seperti film, game, lipstik buat Rudy, VCD, komik, serta apa pun yang diinginkan para siswa T&T.”

“Termasuk komik hentai?” sindir Adrian.

Yup. Termasuk komik hentai,” kekeh Erick.

“Kalian masih nganggap DSC bukan klub kriminal?”

“Itu karena DSC nggak pernah nyuplai barang-barang ilegal, seperti minuman keras, narkotik, apalagi senjata,” imbuh Dennis, “Nah, itu juga manfaat lain dari DSC. Selain jadi penyuplai barang, kami juga bertindak sebagai filter, yang nyegah barang-barang ilegal masuk ke sekolah. Kami lebih suka disebut antihero ketimbang kriminal.”

“Pada generasi awal, DSC emang pernah lalai ngebiarin narkotik masuk ke sekolah,” imbuh Sam, muram, “Hasilnya, satu siswa tewas overdosis. Kerahasiaan DSC juga nyaris terungkap. Untung krisis itu bisa diatasi setelah reformasi besar-besaran di tubuh DSC. Sejak saat itu, DSC ikut serta ngawasin barang-barang yang masuk ke sekolah.”

“Yang jelas no drug in this school, Mate! Narkoba cuma buat pecundang, sedangkan kita bukan,” kata Daniel.

“Lalu, gimana caranya DSC bisa dirahasiain sampai sekarang? Apa pihak sekolah—juga siswa lain—nggak sadar dengan keberadaan DSC?”

“Oh, banyak pihak yang udah pernah dengar tentang DSC. Kami malah punya situs tempat para siswa memesan barang-barang keinginan mereka,” jawab Dennis, “Keberadaan kami udah diketahui banyak pihak. Tapi, selain itu DSC tetap rahasia. Siapa anggotanya, apa kegiatannya, di mana markas rahasianya, dan lain sebagainya… semua tetap rahasia. Kami ibarat Area 51 atau pelaku bisnis pasar gelap. Eksis, tetapi apa yang ada di dalamnya, nggak ada yang tahu.”

“Kalian punya situs? Apa nggak khawatir rahasia DSC akan terbongkar?”

“Nggak mungkin. Lo belum pernah lihat situs DSC, kan?” kali ini Johnny yang angkat bicara. “Seperti kata Dennis tadi, situs DSC berfungsi untuk—dan hanya bertujuan untuk—ngumpulin pesanan para siswa. Itu aja. Titik.”

Johnny menyeruput cola-nya lalu melanjutkan. “Gue juga nanganin masalah proteksinya. Situs DSC cuma bisa diakses dengan nomor induk siswa T&T. Lo perlu ngedaftar terlebih dahulu, lalu ngisi formulir seperti saat lo bikin e-mail account. Bedanya, lo perlu masukin nomor induk siswa lo. Dengan begitu, selain siswa T&T, nggak ada seorang pun yang bisa masuk.”

“Masih kerasa kurang aman? Gue juga sudah ngelindungin situs DSC dengan firewall, antivirus, antispying, anticracking, antihacking, you named it,” imbuh Johnny, “Ditambah inspeksi rutin, gue yakin situs DSC sangat aman. Ah, satu lagi! Meski kita menyebutnya ‘situs DSC’, tapi kami memberi nama situs tersebut T&T Black Market, sehingga nggak ada yang tahu kalau situs itu dimotori DSC. Intinya, kalau ada kebocoran tentang DSC, maka cuma satu penyebabnya, yaitu pengkhianatan!”

“Dan, pengkhianatan itu tabu di DSC!” tegas Erick, serius.

Daniel ikut berkomentar. “Kami lebih suka temenan ama psycho sinting kayak Jon ketimbang dengan pengkhianat. Bagi kami, pengkhianat itu patut diberi hukuman setimpal, sebelum dilempar ke neraka oleh Tuhan.”

“Meski begitu, DSC punya beberapa tindakan preventif untuk nyegah pengkhianat-an,” kata Dennis, “Seperti yang tadi Sam bilang, nggak semua orang bisa jadi anggota DSC. Satu-satunya cara untuk masuk ke dalam DSC adalah melalui proses rekrutmen.

“Prosesnya juga nggak mudah. Kalau ada yang ngerekomendasiin seseorang maka kita perlu ngebahasnya bersama. Contoh, gue mau ngerekomendasiin lo untuk masuk ke klub. Maka gue harus ngasih tahu rekomendasi gue di dalam rapat anggota. Selanjutnya, kami putusin apakah rekomendasi gue disetujui atau nggak. Kalau mayoritas setuju, kami akan pantau seluruh gerak-gerik, tingkah polah, hingga kegiatan lo sehari-hari, minimal selama dua minggu. Dari sana, kami bisa tahu orang seperti apa diri lo, apa bakat lo, dan—yang paling penting—apa lo bisa dipercaya atau nggak.

“Setelah itu, semua anggota berembuk untuk ngebahas hasil pengamatan, kemudian menentukan apa lo pantas jadi anggota DSC. Kalau lo punya kecenderungan berkhianat, nama lo akan segera dicoret dari daftar rekrutmen. Dengan begitu, kami mampu mencegah munculnya tindakan pengkhianatan di tubuh DSC.”

Dennis meminum kopinya terlebih dahulu. “Sebaliknya, kalau lo memenuhi syarat, kami akan ngerekut lo. Tapi, sebelumnya, kami akan ngasih tes masuk kepada calon anggota. Itulah yang kami lakukan kemarin.”

Semua terkekeh, sedangkan Adrian cemberut muram.

“Tujuan tes masuk adalah untuk mengetahui siapa diri lo dan ngebuktiin kalau lo bisa dipercaya. Poin kedualah yang paling krusial. Dan, lo ngebuktiin diri lo bisa dipercaya pada tes ketiga. Lo nggak berkhianat dan nggak buka mulut pada Kevin si Keji,” tambah Dennis.

“Lalu, apa gunanya tes pertama dan kedua? Buat ngerjain hormonku?” tanya Adrian, membuat yang lain tergelak lepas.

“Inti dari tes pertama sebenarnya untuk menyingkap sifat alami seseorang,” jawab Dennis, “Dari tes itu, kami tahu kalau lo ternyata nggak sepolos tampang lo.”

Pipi Adrian merah padam saking malunya di tengah derai tawa teman-temannya.

“Ta-Tapi, itu kan wajar…” Adrian membela diri.

Yup. Sangat wajar,” Sam mengangguk setuju, “Setidaknya, itu ngebuktiin kalau lo nggak nyimpang.”

“FYI, cuma Rudy yang kesal karena lo masih normal,” beber Erick, diiringi tawa.

“Terus, tujuan tes kedua adalah untuk ngelihat kemampuan lo nguasain diri,” Dennis melanjutkan, “Tes ini berguna untuk ngukur kepercayaan diri serta keberanian calon anggota DSC. Orang yang gampang panik, dan nggak bisa berpikir jernih dalam keadaan tertekan, lebih berpeluang buat berkhianat.”

“Sepertinya aku gagal di tes kedua,” aku Adrian, “Aku gampang panik.”

Yup,” tanggap Dennis, terus terang, “Itu sempat jadi bahan pertimbangan kami, meski kami putusin buat ngasih lo kesempatan. Kami bersyukur lo lulus tes ketiga.”

Adrian melihat yang lain tersenyum padanya.

“Dari serangkaian proses rekrutmen tersebut, DSC berhasil nyegah munculnya pengkhianat,” imbuh Sam, “Tes masuk tiap tahunnya emang beda. Tapi, intinya tetap sama, yakni untuk ngebuktikan apakah si calon bisa dipercaya.”

Mau tak mau, Adrian takjub. Tata cara rekrutmen DSC telah didesain sedemikian rupa, sehingga mampu mencegah timbulnya bibit-bibit pengkhianatan.

“Andai kata pengkhianatan tetap terjadi, apa tindakan DSC?”

“Lo harus tahu kalau DSC punya semacam seksi bidang yang disebut Divisi SDM dan Infernal Affair,” Dennis menjawab, “Salah satu tugas divisi itu adalah ngawasin anggota DSC. Setiap indikasi, gerak-gerik, serta gejala-gejala pengkhianatan wajib dilaporin, supaya DSC bisa ngambil tindakan yang sesuai.”

“Kami akan ngasih pengertian ke si anggota yang bermasalah terlebih dahulu. Jika gagal, kami akan kasih peringatan. Jika nggak berhasil juga, barulah kami ambil langkah tegas buat menanganinya,” Daniel menambahkan.

“Apa tindakan tegas kalian?” Adrian penasaran.

“Dikeluarin dari keanggotaan serta apa pun yang bisa ngasih efek jera bagi si pelaku,” jawab Dennis, “Sebenarnya nggak ada aturan baku untu itu. Dalam Protokol DSC cuma tertulis: ‘segala tindakan untuk menghukum para pengkhianat wajib dirundingkan terlebih dahulu. Hukuman yang ditentukan haruslah menimbulkan efek jera namun tidak boleh menyebabkan luka parah apalagi kematian’.”

“Yang jelas, kita boleh ngasih beberapa bogem mentah nan jitu,” Erick terkekeh, mengusap buku-buku jari tangannya.

“Tu-Tunggu sebentar,” sela Adrian, “Sebenarnya, apa itu Protokol DSC?”

“Undang-Undang Dasar Dead Smokers Club,” jawab Sam ringan, “Protokol DSC, atau The Protocol of Dead Smokers Club, memuat seluruh peraturan dasar DSC. Definisi organisasi, moto, visi, misi, tujuan, kegiatan, SOP rekrutmen, SOP menjaga kerahasiaan, sanksi dan hukuman, keanggotaan, tugas serta kewajiban anggota, dan lain-lain.”

“DSC punya buku undang-undang sendiri?” Adrian terperangah.

Yup. Semua organisasi pasti punya peraturan masing-masing, kan?”

Adrian tahu itu. Hanya saja, dia sulit untuk percaya kalau klub iseng penyuplai rokok kretek tersebut memiliki buku undang-undang sendiri.

“Pada masa awal, DSC belum memiliki protokol,” Sam menjelaskan, “Protokol baru dibuat beberapa tahun kemudian setelah terjadi reformasi besar dalam tubuh DSC.”

Tak terasa, kantin sudah jauh lebih lenggang.

“Ada pertanyaan lagi, Sob?” tanya Dennis.

“Ummm… apa DSC punya divisi lain?”

“Tentu,” Dennis mengangguk, “Kepengurusan DSC dibagi jadi dua sektor. Sektor utama dan sektor pendukung. Ketua, wakil ketua, dewan penasihat, sekretaris, dan bendahara merupakan jabatan-jabatan di sektor utama. Sementara sektor pendukung memiliki empat divisi yang masing-masing dipimpin oleh koordinator divisi. Keempat divisi tersebut adalah: Divisi Sumber Daya Manusia dan Infernal Affair, Divisi Jaringan dan Teknologi, Divisi Informasi dan Komunikasi Massa, serta Divisi Tempur dan Keamanan.”

Divisi Tempur dan Keamanan? Kita lagi ngomongin DSC atau angkatan bersenjata sih?” Adrian terbelalak. Yang lain tertawa.

“Gue jelasin sedikit tentang jabatan-jabatan tersebut,” kata Dennis, “Gue rasa lo sudah cukup tahu perihal tugas serta kewajiban ketua, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara. Jabatan ketua biasanya dipegang oleh siswa kelas 11, sedangkan wakil ketua umumnya dijabat siswa kelas 10. Dalam keadaan force majeur, jabatan ketua bisa diduduki oleh siswa kelas 12 atau 10. Dalam keadaan yang sama, jabatan wakil ketua bisa ditiadakan.

“Kemudian, ada dewan penasihat. Tugas utamanya adalah memberi nasihat, masukan, saran, serta kritik membangun demi kemajuan DSC. Jabatan ini dipegang oleh siswa kelas 12. Siapa pun yang duduk sebagai ketua pada periode sebelumnya otomatis diangkat sebagai dewan penasihat pada periode berikut. Dan, biasanya, yang menjabat sebagai wakil ketua hampir pasti dipilih menjadi ketua meski nggak mutlak.”

“Lalu, siapa saja yang duduk di jabatan tersebut?”

“Apa lo bisa nebak?” Dennis sedikit menantang.

“Hmm, dewan penasihat biasanya dipegang oleh siswa kelas 12. Jika anggota DSC dari kelas 12 cuma Andy dan Dion… sepertinya Bang Andy. Apa aku benar?”

Nice guess. Tepat sekali,” angguk Dennis, “Dia menang mudah dari Dion.”

“Kemudian wakil ketua biasanya dari kelas 10… berarti Jon atau Don. Hm, kayaknya Don merupakan pilihan yang lebih aman.”

Good job, Mate. Tebakan jitu.” puji Dennis lagi.

“Dan, ketua… ummm,” Adrian berpikir sedikit lebih lama, “Entahlah. Sam?”

Sorry, Ad. Gue bendahara DSC,” jawab Sam.

Adrian terperanjat. Bukan Sam ketuanya? Lalu siapa?

No Way! Dennis! Kamu ketuanya?”

Dennis tertawa renyah. “Yup. Di luar dugaan, kan?”

“Sedikit,” jawab Adrian, “Tadi aku nebak Sam karena dia ketua OSIS. Jadi, mungkin aja dia juga ketua DSC. Namun, setelah kupikir-pikir lagi, kamulah yang paling banyak ngoceh soal DSC. Sebagai ketua, tentu kamu tahu banyak tentang DSC. Lagipula, cuma kamu yang bicara padaku pasca tes kedua kemarin.”

“Wah, analisis yang mengesankan,” Dennis bertepuk tangan pelan, “Tapi, lo nggak sepenuhnya salah. Sam sempat ngejabat sebagai wakil ketua pada periode sebelumnya. Seperti kata gue, umumnya wakil ketua bisa diangkat jadi ketua. Sayang, Sam keburu kepilih jadi ketua OSIS. Dengan pertimbangan Sam bakal kesulitan kalau harus ngejabat dua kursi ketua sekaligus, maka diadain pemilihan ketua DSC. Gue yang kepilih jadi ketua buat periode tahun ini.”

“Lalu, siapa yang jadi sektetarisnya?” tanya Adrian. “Kamu, Daniel?”

Nope,” Daniel menggeleng.

“Erick? Ah, sepertinya bukan, ya? Kamu nggak punya tampang sekretaris,” kata Adrian, mengundang tawa.

Yeah,” Erick mengangguk setuju. “Sekretaris lebih cocok buat cewek.”

“Cewek? Rudy, ya?” tebak Adrian.

Bingo,” Dennis mengangguk lagi.

“Selanjutnya, sektor pendukung… apa aja yang perlu kuketahui?” tanya Adrian.

“Oke. Semua jabatan di sektor pendukung dipimpin oleh koordinator divisi dan dibantu oleh anggota divisi. Tapi, karena jumlah anggota DSC nggak banyak, biasanya sektor pendukung jarang punya anggota. Koordinator divisi sering bekerja sendiri. Bahkan di beberapa kasus, dua jabatan bisa dipegang oleh satu orang. Kasus kayak gini jarang terjadi sih, sebab DSC akan nyari anggota baru kalau dibutuhin,” Dennis menjelaskan secara panjang-lebar.

“Oke, kita mulai dari Divisi SDM dan Infernal Affair,” Dennis melanjutkan, “Selain bertugas sebagai pengawas anggota, divisi ini juga ngurus perihal rekrutmen dan pengembangan potensi serta bakat anggota. Jadi, tes masuk lo kemarin itu ide dari koordinator divisi ini.”

“Siapa koordinator divisi mesum tersebut?” Adrian ingin tahu.

“Jangan marah ya, Sob,” cengir Daniel.

“Kamu otak dari semua penderitaan yang kualami kemarin?”

Daniel tertawa. “Nggak sepenuhnya, sih. Malah, Dennis-lah yang paling banyak ngasih ide gila buat tes lo. Dia juga yang ngerekomendasiin lo buat masuk DSC. Jadi, kalau lo mau nyalahin seseorang, salahin dia.”

Dennis memasang cengiran, seolah ingin berkata “gue nggak bersalah.”

“Oh ya—kalau boleh sombong—umumnya yang ditunjuk sebagai koordinator divisi ini adalah orang yang jujur, baik hati, serta berani… kayak gue,” tambah Daniel, jumawa.

Yeah, whatever,” tanggap Dennis. “Asal tahu saja, Ad, saat kelas 10, gue yang menjabat sebagai koordinatornya, sedangkan Daniel anggota gue. Itu artinya, gue lebih ganteng dan lebih berani ketimbang dia.”

“Bisa nggak kita lanjutin topik pembicaraan kita?” sindir Adrian.

Dennis tertawa. “Oke, oke, oke. Selanjutnya, Divisi Jaringan dan Teknologi. Divisi ini bertanggung jawab atas segala urusan teknologi serta keamanan rahasia DSC di dunia maya. Selain itu, dia juga bertanggung jawab dalam pengadaan dan pengaplikasian gadget yang diperlukan dalam kegiatan DSC.”

Let me guess… koordinator divisi ini pasti kamu, Johnny-boy,” tebak Adrian.

“Tepat sekali, Adrian-boy,” balas Johnny.

Arguably, Johnny itu koordinator Divisi Jaringan dan Teknologi terbaik yang pernah dimiliki oleh DSC,” Dennis menambahkan, “Dia salah satu aset terbesar DSC.”

“Terima kasih. Gue tersanjung,” ucap Johnny.

“Divisi selanjutnya, Divisi Informasi dan Komunikasi Massa,” ujar Dennis, “Sesuai namanya, divisi ini bertugas ngumpulin informasi, bertanggung jawab atas urusan inteligen, sekaligus menjalin kerja sama tanpa ngelanggar kode etik kerahasiaan DSC.”

“Siapa yang menjadi koordinator divisinya? Erick?”

“Bukan aku, Ad. Aku koordinator Divisi Tempur dan Keamanan,” jawab Erick.

“Koordinatornya Dion,” jawab Sam, “Dia punya banyak koneksi luas karena mantan pacarnya bertebaran di mana-mana. Hahaha. Plus, ia pandai berakting.”

“Terakhir, divisi yang dipimpin Erick, Divisi Tempur dan Keamanan,” kata Dennis, “Tugas utamanya adalah ngejaga keamanan DSC dari ancaman internal maupun eksternal. Divisi ini adalah ujung tombak plus benteng terakhir keamanan DSC.”

“Keren, kan? Gue terdengar kayak jendral,” cengir Erick.

“Pada masa kepemimpinan gue, Divisi Tempur dan Keamanan adalah satu-satunya divisi yang punya anggota,” sambung Dennis.

“Jon anggota divisi itu juga?” tebak Adrian.

“Betul,” angguk Dennis, “Tapi, nggak lama lagi status tersebut akan berubah. Kami sepakat untuk nempatin lo di Divisi SDM dan Infernal Affair.”

“Mohon kerja samanya, Sob,” Daniel tersenyum.

“Apa aku cocok di divisi tersebut?” Adrian tak yakin.

“Tadi Daniel bilang, yang duduk di Divisi SDM dan Infernal Affair haruslah orang-orang jujur, dipercaya, dan berani. Dia nggak sekadar nyombongin diri. Itu memang persyaratan untuk ngejabat di sektor tersebut. Dan lo memenuhi semua kriteria.”

Adrian tercenung tak mampu berkata apa-apa.

“Oke, gue rasa itu dulu yang perlu lo ketahui malam ini,” kata Dennis akhirnya, “Lagipula, lihatlah! Cuma kita yang masih betah di kantin.”

“Ya ampun. Sudah pukul 20.00 malam? Waktu memang terasa seperti terbang begitu saja,” ujar Johnny, melirik arlojinya.

Well, Mate, sepertinya kita harus kembali ke asrama sekarang,” Dennis bangkit dari kursi, diteladani oleh yang lain. “Kalau lo ingin tahu lebih banyak tentang klub kita, nanti gue pinjemin lo buku Protokol DSC. Lo bisa baca dan mempelajarinya.”

“Oh ya, Ad, setelah loe baca buku itu, jangan anggap DSC sebagai grup yang kaku,” tutur Sam, tatkala mereka keluar dari kantin, “Secara teori, Protokol DSC sama kakunya dengan peraturan OSIS. Secara praktik… kami lebih banyak bersenang-senang.”

Semua terkikik, setuju dengan Sam.

 

***

 

Hei, hei, hei! Apa kabarnya nih semua? Semoga baik, ya! Terima kasih banyak, lho, sudah mampir ke mari dan membaca cerita #DeadSmokersClub2. Jika beberapa bulan yang lalu kalian mengikuti blog ini, pasti tahu kalau ada beberapa “bocoran” bab DSC 2 yang di-posting di sini. Tapi, mohon maaf ya, bab-bab lanjutannya saya hapus. Soalnya, novel Dead Smokers Club part 2 akan segera terbit bulan Oktober 2015! Yaaaay! Akhirnyaaa!

Yup! Setelah sekian lama menunggu, akhirnya DSC bisa dilanjutkan juga! Mohon maaf bagi teman-teman yang sudah menunggu lama. Namun, terima kasih banyak karena masih setia menantikan kisah Adrian dan teman-temannya. Justru karena kalian lah saya bersikeras untuk menerbitkan sekuel DSC apa pun yang terjadi.

So, thank you so much for your support! It’s mean a lot for me!

@AdhamTFusama

Cerita Dead Smokers Club 1

This is so DSC

This is so DSC

Sudah siap dengan kelanjutan Dead Smokers Club? Great!

Tapi, sebelum kita melanjutkan kisah mereka, ada baiknya kita refresh ulang cerita-cerita dari Dead Smokers Club part 1. Yah, siapa tahu saja di antara pembaca DSC 2 nanti ada yang belum baca DSC 1. Jadi, yuk kita bernostalgia sebentar mengetahui kisah Adrian cs di buku pertama.

Cerita bermula ketika Adrian masih berada di panti asuhan Rumah Bahagia. Dikarenakan panti asuhan tersebut mengalami kesulitan finansial, maka Adrian yang pintar dicarikan beasiswa oleh Bu Anna, pengelola panti. Adrian pun berhasil mendapat beasiswa untuk bersekolah di T&T Boarding High School for Young Gentlemen.

Di sana, Adrian yang pemalu berteman dengan siswa-siswa nyentrik T&T. Ada Dennis, Samuel, Daniel, Erick, Johnny, Rudy, Dion, Don, Jonathan, dan Andy. Tak hanya siswa-siswanya yang tengil, guru-guru di T&T pun tak kalah sinting. Ada Pak Kevin si Keji, Mrs. Kelly yang seksi, Madam Hendrietta sang drag queen, juga Pak Andre yang misterius. Kepala sekolah mereka bernama Pak Tonny yang merupakan saudara kembar dari Pak Tommy, sang pemilik yayasan.

Di sekolah barunya, Adrian menemukan bakat terpendam yang tak disangka-sangka. Gara-gara itu, dia pun diculik oleh kelompok bernama Dead Smokers Club. Dia disekap di sebuah gudang, dikejar-kejar banci, dan akhirnya diinterogasi sebelum diceburkan ke kolam untuk kemudian dihukum oleh Pak Kevin yang ganas.

Bagaimana kelanjutan nasib Adrian? Yuk kita ikuti petualangannya di Dead Smokers Club part 2.

Oh ya, bab-bab yang akan diposting di blog ini diambil dari naskah yang belum mengalami proses penyuntingan dan proofreading. Jadi, harap dimaklumi jika terdapat typo, salah ketik, kesalahan EyD, dan lain sebagainya. Semoga tidak mengurangi keasyikan membaca.

Mari kita mulai!

@AdhamTFusama

Karakter: Samuel

Oke, sudah cukup lama sejak saya mengenalkan tokoh Dennis, sekarang giliran Samuel “Sam” untuk diperkenalkan. Sam adalah Ketua OSIS saat Adrian masuk ke T&T. Ini dia biodatanya:

 

Sam

Sam

Biodata:

Nama: Samuel “Sam”

Usia: 16 tahun

Julukan: The Genius

Jabatan di DSC: TBA

Jabatan di sekolah: Ketua OSIS

Personifikasi: Pemuda jangkung, berwajah tirus, dan berkacamata. Siswa terpintar di angkatannya yang terkadang dingin dan sinis.

 

Konsep

Saya menggambarkan Sam sebagai the coolest nerd ever. Kutu buku yang justru diakui kehebatannya. Semula, saya cuma memplot Sam sebagai gadget freak dan ahli kimia. Akan tetapi, mengikuti tuntutan alur cerita, Sam akhirnya dikenal sebagai ahli kimia dan pandai membuat strategi jitu karena daya analisisnya yang tajam. Pembawaannya tenang sementara ide-idenya terkadang gila. Paling sebal kalau ada seseorang / sesuatu yang menghina kecerdasannya.

 

Inspirasi

Tokoh Sam sedikit terinspirasi dari tokoh Seishiro Kikumasamune dari Yukan Club. Seishiro adalah putra seorang dokter yang genius, pengetahuannya luas, serta jago beladiri. Bedanya, saya lebih membumikan tokoh Sam dengan tidak memiliki kemampuan sebanyak Seishiro. Sam lebih saya fokuskan pada sosok siswa yang kemampuan akademisnya cemerlang tetapi tidak memiliki kemampuan beladiri.

 

[Written by Adham T. Fusama]